Hi, guest ! welcome to apen blog!. | About Us | Contact | Register | Sign In

Di Atas SKB

Surat keputusan bersama (SKB) telah dikeluarkan. (seperti biasa) pro dan kontrapun bermunculan. Padahal, jauh sebelum SKB dikeluarkan, negeri ini seolah menunggu hujan dimusim kemarau, betapa SKB ini akan menjadi penyejuk, penyelesai permasalahan.

Keluarnya SKB ini pun memperlihatkan betapa pemerintah ingin memberikan yang terbaik bagi rakyatnya. Pemerintah berusaha mengeluarkan kebijaksanaan yang memuaskan semua pihak. Walaupun sebenarnya sangat sulit untuk membuat kebijaksanaan seperti itu, dan inilah juga yang terjadi dengan SKB ini, karena ternyata SKB yang dikeluarkan belum mampu memuaskan semua pihak.

Cobalah keluar dari ‘sistem’, keluar dari ‘kepentingan’ yang ada, seperti komentator bola yang duduk di luar lapangan. Berpikirlah jernih, dengan kepala dingin, dengan beban kepentingan yang ‘lapang’. Mestinya kita melihat inti permasalahan yang sebenarnya dan celah penyelesaiannya.

Konstitusi Republik Indonesia menjamin dan melindungi rakyatnya untuk beragama dan berkeyakinan. Lalu apakah yang terjadi, mengapa masih ada yang meragukan jaminan konstitusi itu, masih ada bentuk ‘pengebiran’, pelanggaran konstitusi akan jaminan kebebasan tersebut.

Sekali lagi, cobalah keluar dari ‘sistem’, keluar dari ‘kepentingan’ yang ada, seperti komentator bola yang duduk di luar lapangan. Berpikirlah jernih, dengan kepala dingin, dengan beban kepentingan yang ‘lapang’. Niscaya akan ditemukan inti permasalahan yang sebenarnya dan celah penyelesaiannya.

Jika saja pemerintah mau tegas, tegak berdiri di atas konstitusi yang ada, bukan SKB yang keluar, tetapi peraturan, pelarangan dan pembubaran yang dikeluarkan.

JAI bukanlah agama baru, bukanlah keyakinan baru, tapi ‘pembelokan’, ‘penyimpangan’ keyakinan dari agama yang sudah ada.

Andai saja JAI ini muncul dengan Label dan Atribut yang baru, tentunya sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk melindungi, menjamin kebebasan pelaksanaan, melindungi dari ‘pengerusakan’, ‘pembelokan’ dan ‘pelecehan’ pihak lain sebagaimana tentunya, yang mestinya dilakukan oleh pemerintah terhadap agama islam, terhadap pemeluk-pemeluknya yang merasa agamanya telah ‘dibelokkan’, ‘dirusakkan’ dan ‘dilecehkan’.

Sekali lagi, cobalah keluar dari ‘sistem’, keluar dari ‘kepentingan’ yang ada, seperti komentator bola yang duduk di luar lapangan. Berpikirlah jernih, dengan kepala dingin, dengan beban kepentingan yang ‘lapang’. Niscaya akan ditemukan inti permasalahan yang sebenarnya dan celah penyelesaiannya.